Wasiat Untuk Dikuburkan Di Tempat Tertentu dan Kapan Waktu Untuk Mentalqin ?
WASIAT UNTUK DIKUBURKAN DI TEMPAT TERTENTU DAN KAPAN WAKTU UNTUK MENTALQIN ?
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaiamana pendapat anda tentang seseorang yang berwasiat jika nanti mati agar di kubur di tempatnya si fulan, apakah hal ini harus dilaksanakan ?
Jawaban.
Pertama. Ia harus ditanya mengapa memilih tempat si fulan ? Boleh jadi ia memilih di sisi kuburan yang di dustakan, atau di sisi kuburan tempat mempersekurukan Allah dengannya, atau sebab lain yang diharamkan. Yang seperti ini tidak boleh dilaksanakan wasiatnya, dan ia dikuburkan bersama kaum muslimin jika memang ia seorang muslim.
Adapun jika ia mewasiatkan dengan tujuan yang tidak diharamkan, seperti berwasiat agar dikuburkan di tempat ia hidup maka tidak mengapa melaksanakan wasiatnya selama tidak menghabiskan harta yang banyak. Tetapi jika menghabiskan harta yang banyak maka wasiatnya tidak usah dilaksanakan. Karena bumi Allah itu satu selama bumi itu dikuasai oleh kaum muslimin.
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kapan waktu untuk mentalqin (membimbing orang yang hendak mati dengan kalimat tauhid) ?
Jawaban
Talqin diajarkan saat seseorang, sudah berada di ambang kematian. Ia ditalqin dengan kaliamt : “La ilaha illallah” sebagaimana yang dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat pamannya Abu Thalib hendak meninggal. Beliau mendatangi dan mengucapkan :
يَا عَمِّ، قُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
“Wahai paman, katakanlah La ilaha illallah kalimat yang kujadikan hujjah untukmu di depan Allah”
Tetapi pamannya Abu Thalib tidak mau mengucapkan hal ini -kita berlindung kepada Allah- dan mati di atas kesyirikan [1]
Adapaun talqin setelah seseorang meninggal maka hal itu adalah bid’ah, karena tidak ada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan tentang hal itu. Tetapi yang harus dikerjakan adalah sebagaimana diriwayatkan dari Abu Dawud ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai memakamkan mayat, beliau berdiri di depan kubur dan bersabda.
اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ، وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ
“Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintalah untuknya keteguhan karena ia sekarang sedang ditanya”.[2]
Adapun membaca Al-Qur’an di kuburan atau mentalqinnya di kuburan maka hal itu adalah bid’ah tidak ada dasarnya.
[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah Oleh Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah]
_______
Footnote.
[1]. Bukhari, Kitab Janaiz, bab : Jika orang musyrik mengucapkan La ilaha illallah saat hendak meninggal (1360), dan Muslim, Kitab Iman, bab : Dalil tntang shnya kislaman sseorang yang hendak meninggal (24).
[2]. Abu Dawud, Kitab Janaiz bab memohonkan ampun di depan kubur mayit saat hendak meninggalkannya (3221)
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1370-wasiat-untuk-dikuburkan-di-tempat-tertentu-dan-kapan-waktu-untuk-mentalqin.html